Selasa, 10 Juli 2018

Kegawatdaruratan obstetrik


BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang
Angka kematian ibu di Indonesia menempati urutan pertama di Negara kawasan Asia Tenggara yaitu 307/100.000 kelahiran hidup sedangkan angka kematian bayi juga masih tinggi yaitu 35/1000 kelahiran hidup . Sejalan dengan komitmen pemerintah dalam menunjang upaya pencapaian Millenium Development Goals (MDG’s) no 4 dan 5 didalam menurunkan angka kematian ibu dan bayi adalah pencapaian angka kematian ibu menjadi 112/100.000 kelahiran hidup dan angka kematian bayi menjadi 20/1000 kelahiran hidup.
Dari berbagai faktor yang berperan pada kematian ibu dan bayi, kemampuan kinerja petugas kesehatan berdampak langsung pada peningkatan kualitas pelayanan kesehatan maternal dan neonatal terutama kemampuan dalam mengatasi masalah yang bersifat kegawatdaruratan. Semua penyulit kehamilan atau komplikasi yang terjadi dapat dihindari apabila kehamilan dan persalinan direncanakan, diasuh dan dikelola secara benar. Untuk dapat memberikan asuhan kehamilan dan persalinan yang cepat tepat dan benar diperlukan tenaga kesehatan yang terampil dan profesional dalam menanganan kondisi kegawatdaruratan.
1.2  Tujuan
Dari latar belakang diatas, maka adapun tujuan dari penulisan makalah ini dalah selain memenuhi salah satu tugas dari dosen mata kuliah, makalah ini juga bertujuan untuk:
1.      Mengetahui kedaruratan obstetric mengenai partus lama
2.      Mengetahui kedaruratan obstetric mengenai perdarahan post partum primer
3.      Mengetahui kedaruratan obstetric mengenai perdarahan post partum sekunder
4.      Mengetahui kedaruratan obstetric mengenai sepsis puerperalis
5.      Mengetahui kedaruratan obstetric mengenai asfiksia neonatorum
6.      Mengetahui kedaruratan obstetric mengenai prolamps tali pusat
7.      Mengetahui kedaruratan obstetric mengenai ruptura uterus
8.      Mengetahui kedaruratan obstetric mengenai komplikasi kala II




BAB II
PEMBAHASAN
2.1       KEDARURATAN OBSTETRIK
a. Pengertian Kedaruratan Obstetrik
Kegawatdaruratan obstetri adalah kondisi kesehatan yang mengancam jiwa yang terjadi dalam kehamilan atau selama dan sesudah persalinan dan kelahiran. Terdapat sekian banyak penyakit dan gangguan dalam kehamilan yang mengancam keselamatan ibu dan bayinya (Chamberlain, Geoffrey, & Phillip Steer, 1999).
Kedaruratan Obstetri adalah Keadaan pada kehamilan yang membutuhkan penenganan segera,keadaan pada kehamilan yang dapat mengancam jiwa. dapat terjadi : awal kehamilan lanjut dan mendekati persalinan, saat persalinan dan pasca persalinan.
b. kedaruratan obstetric meliputi:
1.      Partus lama
2.      Perdarahan post partum primer
3.      Perdarahan post partum sekunder
4.      Sepsis puerperalis
5.      Asfiksia neonatorum
6.      Prolamps tali pusat
7.      Ruptura uterus
8.      Komplikasi kala II
2.1.1 Partus Lama/ Macet
a. Pengertian Partus Lama
Partus macet adalah suatu keadaan dari suatu persalinan yang mengalami kemacetan dan berlangsung lama sehingga timbul komplikasi ibu maupun janin (anak). Partus macet merupakan persalinan yang berjalan lebih dari 24 jam untuk primigravida dan atau 18 jam untuk multi gravid.
b. Etiologi
Penyebab persalinan lama diantaranya adalah kelainan letak janin, kelainan panggul, kelainan keluaran his dan mengejan, terjadi ketidakseimbangan sefalopelfik, pimpinan persalinan yang salah dan primi tua primer atau sekunder.
c. Diagnosis

1. Keadaan Umum ibu
*   Dehidrasi, panas
*   Meteorismus, shock
*   Anemia, oliguri
2. Palpasi
*   His lemah
*   Gerak janin tidak ada
*   Janin mudah diraba
3. Auskultasi
*   Denyut jantung janin, takikardia, irreguler, negatif (jika janin sudah mati)
4. Pemeriksaan dalam
*   Keluar air ketuban yang keruh dan berbau bercamput dengan mekonium
*   Bagian terendah anak sukar digerakkan, mudah didorong jika sudah terjadi rupture uteri
*   Suhu rectal lebih tinggi 37,50

d. Komplikasi
o   Ibu
*   Infeksi sampai sepsis
*   asidosis dengan gangguan elektrolit
*   dehidrasi, syock, kegagalan fungsi organ-organ
*   robekan jalan lahir
*   fistula buli-buli, vagina, rahim dan rectum
o   janin
*   Gawat janin dalam rahim sampai meninggal
*   lahir dalam asfiksia berat sehingga dapat menimbulkan cacat otak menetap
*   trauma persalinan, fraktur clavicula, humerus, femur

e. tindakan
v  Tujuan perawatan :
1. Memperbaiki keadaan umum ibu
o   Koreksi cairan ( rehidrasi)
o   Koreksi keseimbangan asam basa
o   Koreksi keseimbangan elektrolit
o   Pemberian kalori
o   Pemberantasan infeksi
o   Penurunan panas

2.  Mengakhiri persalinan dengan cara tergantung dari penyebab kemacetan atau anak hidup atau mati .Sebaiknya tindakan pertama dilakukan lebih dahulu sampai kondisi ibu optimal untuk dilakukan tindakan kedua, diharapkan dalam 2-3 jam sudah ada perbaikan
o   Bila pembukaan lengkap dan syarat-syarat persalinan pervaginam terpenuhi maka dapat dilakukan ekstraksi vacum, ekstraksi forcep, atau perforasi kranioflasi
o   Bila pembukaan belum lengkap dilakukan sectio caesarea
Persalinan normal berlangsung lebih kurang 14 jam, dari awal pembukaan sampai lahirnya anak
Apabila terjadi perpanjangan dari
1. Fase laten (primi : 20 jam, multi : 14 jam)
2. fase aktif (primi: 1,2 cm/ jam, multi 1 ½ cm/ jam)
3. kala III (primi : 2 jam, multi : 1jam)

maka disebut partus lama. Partus lama jika tidak segera diakhiri akan menimbulkan:
a.       Kelelahan pada ibu karena mengejan terus-menerus sedangkan intake kalori biasanya berkurang
b.      dehidrasi dan gangguan keseimbangan asam basa/ elektrolit karena intake cairan yang kurang
c.       gawat janin sampai kematian karena asfiksia dalam jalan lahir.
4. infeksi rahim, timbul karena ketuban pecah lama sehingga terjadi infeksi rahim yang dipermudah karena adanya manipulasi penolong yang kurang steril
d.      perlukaan jalan lahir, timbulkan persalinan yang traumatic

f. gejala klinis
1. Tanda – tanda kelelahan dan intake yang kurang
*   Dehidrasi, nadi cepat dan lemah
*   Metorismus
*   Febris
*   His yang hilang/ melemah
2. tanda – tanda rahim pecah (rupture uteri)
*   Perdarahan melaluli orivisium eksternum
*   His yang hilang
*   Bagian janin yang mudah teraba
*   Robekan dapat meluas sampai cervix dan vagina
3. tanda infeksi intra uteri
*   keluar air ketuban berwarna keruh kehijauan dan berbau, kadang bercampur dengan meconium
*   suhu rectal > 37,50 c
4. tanda gawat janin
*   air ketuban bercampur dengan mekonium
*   denyut jantung janin irregular
*   gerak anak berkurang atau hiperaktif ( gerak konfulsif)
2.1.2. Perdarahan post partum primer
                a. Pengertian Post Partum primer
Pendarahan pasca persalinan (post partum) adalah pendarahan pervaginam 500 ml atau lebih sesudah anak lahir. Perdarahan merupakan penyebab kematian nomor satu (40%-60%) kematian ibu melahirkan di Indonesia. Pendarahan pasca persalinan dapat disebabkan oleh atonia uteri, sisa plasenta, retensio plasenta, inversio uteri dan laserasi jalan lahir .
Perdarahan postpartum adalah sebab penting kematian ibu ; ¼ dari kematian ibu yang disebabkan oleh perdarahan ( perdarahan postpartum, plasenta previa, solution plaentae, kehamilan ektopik, abortus dan ruptura uteri ) disebabkan oleh perdarahan postpartum. Perdarahan postpartum sangat mempengaruhi morbiditas nifas karena anemia mengurangkan daya tahan tubuh. Perdarahan postpartum diklasifikasikan menjadi 2, yaitu : 
1.      Perdarahan Pasca Persalinan Dini (Early Postpartum Haemorrhage, atau Perdarahan Postpartum Primer, atau Perdarahan Pasca Persalinan Segera). Perdarahan pasca persalinan primer terjadi dalam 24 jam pertama. Penyebab utama perdarahan pasca persalinan primer adalah atonia uteri, retensio plasenta, sisa plasenta, robekan jalan lahir dan inversio uteri. Terbanyak dalam
2 jam pertama.
2.      Perdarahan masa nifas (PPH kasep atau Perdarahan Persalinan Sekunder atau Perdarahan Pasca Persalinan Lambat, atau Late PPH). Perdarahan pascapersalinan sekunder terjadi setelah 24 jam pertama. Perdarahan pasca persalinan sekunder sering diakibatkan oleh infeksi, penyusutan rahim yang tidak baik, atau sisa plasenta yang tertinggal. 

b.      Gejala Klinis
Gejala klinis berupa pendarahan pervaginam yang terus-menerus setelah bayi lahir. Kehilangan banyak darah tersebut menimbulkan tanda-tanda syok yaitu penderita pucat, tekanan darah rendah, denyut nadi cepat dan kecil, ekstrimitas dingin, dan lain-lain. Penderita tanpa disadari dapat kehilangan banyak darah sebelum ia tampak pucat bila pendarahan tersebut sedikit dalam waktu yang lama. 

c.       Diagnosis Perdarahan Pascapersalinan
Diagnosis biasanya tidak sulit, terutama apabila timbul perdarahan banyak dalam waktu pendek. Tetapi bila perdarahan sedikit dalam jangka waktu lama, tanpa disadari pasien telah kehilangan banyak darah sebelum ia tampak pucat. Nadi serta pernafasan menjadi lebih cepat dan tekanan darah menurun. Seorang wanita hamil yang sehat dapat kehilangan darah sebanyak 10% dari volume total tanpa mengalami gejala-gejala klinik. Gejala-gejala baru tampak pada kehilangan darah 20%. Jika perdarahan berlangsung terus, dapat timbul syok. Diagnosis perdarahan pascapersalinan dipermudah apabila pada tiap-tiap persalinan setelah anak lahir secara rutin diukur pengeluaran darah dalam kala III dan satu jam sesudahnya. Apabila terjadi perdarahan pascapersalinan dan plasenta belum lahir, perlu diusahakan untuk melahirkan plasenta segera. Jika plasenta sudah lahir, perlu dibedakan antara perdarahan akibat atonia uteri atau perdarahan karena perlukaan jalan lahir.
Pada perdarahan karena atonia uteri, uterus membesar dan lembek pada palpasi; sedangkan pada perdarahan karena perlukaan jalan lahir, uterus berkontraksi dengan baik. Dalam hal uterus berkontaraksi dengan baik, perlu diperiksa lebih lanjut tentang adanya dan dimana letaknya perlukaan jalan lahir. Pada persalinan di rumah sakit, dengan fasilitas yang baik untuk melakukan transfusi darah, seharusnya kematian akibat perdarahan pascapersalinan dapat dicegah. Tetapi kematian tidak data terlalu dihindarkan, terutama apabila penderita masuk rumah sakit dalam keadaan syok karena sudah kehilangan banyak darah. Karena persalinan di Indonesia sebagian besar terjadi di luar rumah sakit, perdarahan post partum merupakan sebab utama kematian dalam persalinan.

d.      Diagnosis perdarahan pascapersalinan dilakukan dengan :
1.      Palpasi uterus: bagaimana kontraksi uterus dan tinggi fundus uteri
2.      Memeriksa plasenta dan ketuban apakah lengkap atau tidak.
3.      Lakukan eksplorasi cavum uteri untuk mencari:
*      Sisa plasenta atau selaput ketuban
*      Robekan rahim
*      Plasenta suksenturiata
4. Inspekulo: untuk melihat robekan pada serviks, vagina, dan varises yang pecah
5. Pemeriksaan Laboratorium periksa darah yaitu Hb, COT (Clot Observation Test), dll Perdarahan pascapersalinan ada kalanya merupakan perdarahan yang hebat dan menakutkan hingga dalam waktu singkat ibu dapat jatuh kedalam keadaan syok. Atau dapat berupa perdarahan yang menetes perlahan-lahan tetapi terus menerus yang juga bahaya karena kita tidak menyangka akhirnya perdarahan berjumlah banyak, ibu menjadi lemas dan juga jatuh dalam presyok dan syok. Karena itu, adalah penting sekali pada setiap ibu yang bersalin dilakukan pengukuran kadar darah secara rutin, serta pengawasan tekanan darah, nadi, pernafasan ibu, dan periksa juga kontraksi uterus perdarahan selama 1 jam.

e.       Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perdarahan Pasca Persalinan.
1.      Perdarahan pascapersalinan dan usia ibu
2.      Perdarahan pascapersalinan dan gravid
3.      Perdarahan pascapersalinan dan paritas
4.      Perdarahan pascapersalinan dan Antenatal Care.







2.1.3 Perdarahan post partum sekunder
a. Pengertian:
Perdarahan postpartum sekunder adalah Perdarahan yang terjadi setelah 24 jam pertama persalinan dengan jumlah 500 cc atau lebih.

b. Sebab terjadinya perdarahan postpartum sekunder:
1.      Terdapat sisa plasenta atau kotiledonnya.
2.      Terdapat sisa membran sehingga mengganggu kontraksi dan retraksi untuk menutup pembuluh darah di tempat implantasinya.
3.      Infeksi pada tempat implantasi plasenta.
4.      Perdarahan karena terjadi degenerasi khoriokarsinoma.
5.      Perdarahan yang bersumber dari perlukaan yang terbuka.
c. bentuk perdarahan postpartum sekunder :
a.       Dapat terus- menerus setelah seharusnya lokea rubra berhenti.
b.      Dapat terjadi perdarahan mendadak, seperti perdarahan postpartum primer dan diikuti gangguan sistem kardiovaskuler sampai syok.
c.       Mudah terjadi infeksi sekunder sehingga dapat menimbulkan :
*      Lokia yang terjadi berbau dan keruh.
*      Fundus uteri tidak segera mengalami involusi , terjadi subinvolusi uteri.
d. tanda dan gejala:
1.     Plasenta atau sebagian selaput  ( mengandung pembuluh darah) tidak lengkap
2.    Perdarahan segera
3.    Uterus berkontraksi tetapi tinggi fundus tidak berkurang

Perdarahan yang terjadi saat kontraksi uterus baik, biasanya karena ada robekan atau sisa plasenta. Sisa plasenta bisa diduga bila kala uri berlangsung tidak lancar, atau setelah melakuka n plasenta manual atau menemukan adanya kotiledon yang tidak lengkap pada saat melakukan pemeriksaan plasenta dan masih ada perdarahan dari ostium uteri eksternum pada saat kontraksi rahim sudah baik dan robekan jalan lahir sudah terjahit.Untuk itu, harus di lakukan eksplorasi ke dalam rahim dengan cara manual atau kurek .

e. diagnosis patologi klinik:
1. Plasenta akreta
*      Hilangnya lapisan jaringan ikat longgar nitabush sehingga plasenta sebagian atau seluruhnya mencapai lapisa desidua basalis.
*      Dengan demikian agak sulit melepaskan diri saat kontraksi atau retraksi otot uterus
*      Dapat terjadi tidak diikuti perdarahan karena sulitnya plasenta lepas
*      Plasenta manual sering tidak lengkap sehingga perlu diikuti dengan kuretase
2. Plasenta inkreta
*      Implantasi jonjot plasenta sampai mencapai otot uterus sehingga, tidak mungkin lepas sendiri
*      Perlu dilakukan plasenta manual, tetapi tidak akan lengkap dan harus diikuti dengan kuretase tajam dan dalam, histerektomi
3. Plasenta perkreta
*      Jonjot plasenta manembus lapisa otot dan sampai lapisan peritoneum kavum abdominalis
*      Plasenta manual sangat sukar, bila dipaksa akan terjadi perdarahan dan sulit dihentkan atau perforasi

4.  Plasenta inkarserata
v  Plasenta telah lepas dari implantasinya, tetapi tertahan.

f.    diagnosis perdarahan pasca persalinan
Diagnosis biasanya tidak sulit, terutama apabila timbul perdarahan banyak dalam waktu pendek. Tetapi bila perdarahan sedikit dalam jangka waktu lama, tanpa disadari pasien telah kehilangan banyak darah sebelum pasien tersebut tampak pucat.Nadi serta pernafasan menjadi lebih cepat dan tekanan darah menurun.
Diagnosis perdarahan pasca persalinan dipermudah apabila pada tiap-tiap persalinan setelah anak lahir secara rutin diukur pengeluaran darah pada kala III dan satu jam sesudahnya. Apabila terjadi perdarahan pasca persalinan dan plasenta belum keluar perlu diusahakan untuk mengeluarkan plasenta segera .Jika plasenta sudah lahir, perlu dibedakan antara perdarahan akibat  atonia uteri atau perdarahan karena perlukaan jalan lahir.

Diagnosis perdarahan pasca persalinan:
a.       Palpasi uterus: Bagaimana kontraksi uterus dan tinggi fundus uteri
b.      Memeriksa plasenta dan ketuban apakah lengkap atau tidak
c.       Lakukan eksplorasi  cavum uteri untuk mencari:
1.      Sisa plasenta atau selaput ketuban
2.      Robekan rahim
3.      Plasenta suksenturiata
d.      Inspekulo: untuk melihat robekan pada servik, vagina, dan varises yang pecah
e.       Pemeriksaan laboratorium periksa darah yaitu Hb

Perdarahan pasca persalinan adakalanya merupakan perdarahan yang hebat dan menakutkan hingga dalam waktu singkat ibu dapat jatuh kedalam keadaan syok.Atau dapat berupa perdarahan yang menetes perlahan –lahan tetapi  terus menerus yang juga bahaya karena kita tidak menyangka akhirnya perdarahan berjumlah banyak, ibu menjadi lemas dan juga dalam presyok dan syok.karena itu, adalah penting sekali pada setiap ibu yang bersalin dilakukan pengukuran kadar Hb secara rutin, serta pengawasan tekanan darah ,nadi, pernafasan ibu, dan periksa juga kontraksi uterus perdarahan selama 2 jam.

g. Penanganan perdarahan postpartum sekunder:
1.      Pasang infus dan transfusi darah.
2.      Tergantung dari sumber perdarahannya:

                                                                                    1.      Perdarahan berasal dari perlukaan yang terbuka :
a.       Dijahit kembali
b.      Evaluasi kemungkinan terjadi hematoma
                                                                                    2.      Perdarahan berasal dari bekas implantasi plasenta :
a.       Lakukan anesthesia dengan demikian kuretase dapat di lakukan dengan aman dan bersih.
b.      Jaringan yang di dapatkan harus dilakukan pemeriksaan untuk memperoleh kepastian.
                                                                                    3.      Perawatan terapi sekunder perdarahan postpartum:
a.       Rehidrasi diteruskan sampai tercapai keadaan optimal
b.      Berikan antibiotika
c.       Berikan pengobatan suportif:
d.      Gizi yang baik
e.       Vitamin dan praparat Fe  

2.1.4 Sepsis Puerperalis
                a.  Definisi Sepsis Puerperalis
Sepsis puerperalis adalah infeksi pada traktus genitalia yang dapat terjadi setiap saat antara awitan pecah ketuban (ruptur membran) atau persalinan dan 42 hari setelah persalinan atau abortus di mana terdapat dua atau lebih dan hal – hal berikut ini :
*      Nyeri pelvik;
*      Demam 38,5°C atau lebih yang diukur melalui oral kapan saja;
rabas – vagina yang abnormal;
*      Rabas – vagina berbau busuk;
*      Keterlambatan dalam kecepatan penurunan ukuran uterus (sub involusio uteri)




b. Bakteri Penyebab Sepsis Puerperalis
Beberapa bakteri yang paling umum adalah
o   streptokokus
o   stafilokokus
o   Escherichia coli (E. Coli)
o   Clostridium tetani
o   Clostridium width
o   Chlamidia dan gonokokus (bakteri penyebab penyakit menular seksual).

Infeksi yang paling sering ditemukan adalah infeksi gabungan antara beberapa macam bakteri. Bakteri tersebut bisa endogen atau eksogen.

v  Bakteri Endogen
Bakteri ini secara normal hidup di vagina dan rektum tanpa menimbulkan bahaya (misal, beberapa jenis stretopkokus dan stafilokokus, E. Coli, Clostridium welchii). Bahkan jika teknik steril sudah digunakan untuk persalinan, infeksi masih dapat terjadi akibat bakteri endogen.

Bakteri endogen juga dapat membahayakan dan menyebabkan infeksi jika :
*      bakteri ini masuk ke dalam uterus melalui jari pemeriksa atau melalui instrumen pemeriksaan pelvik;
*      bakteri terdapat dalam jaringan yang memar, robek/laserasi, atau jaringan yang mati (mis., setelah persalinan traumatik atau setelah persalinan macet);
*      bakteri masuk sampai ke dalam uterus jika terjadi pecah ketuban yang lama.

v  Bakteri eksogen
Bakteri ini masuk ke dalam vagina dari luar (streptokokus, Clostridium tetani, dsb).
Bakteri eksogen dapat masuk ke dalam vagina :
§  melalui tangan yang tidak bersih dan instrumen yang tida steril
§  melalui substansi / benda asing yang masuk ke dalam vagina (misal, ramuan / jamu, minyak, kain);
§  melalui aktivitas seksual.

Peserta didik harus mengetahui masalah tetanus postpartum dan penyakit menular seksual yang disebabkan oleh bakteri eksogen. Tetanus postpartum adalah infeksi pada ibu atau bayi yang disebabkan oleh Clostridium tetani.

v  Bakteri tetanus hidup di tanah terutama tanah basah yang kaya akan pupuk hewani. Bakteri tetanus dapat masuk ke tubuh ibu jika tangan yang tidak bersih, kain, kotoran sapi, atau ramu – ramuan dimasukkan ke dalam vagina. Bakteri ini masuk ke tubuh bayi melalui umbilikus jika tali pusat dipotong dengan instrumen yang tidak bersih, atau ramu – ramuan, atau kotoran sapi digunakan untuk membalut tali pusat.



v  Infeksi tetanus sangat berat dan menyebabkan kekakuan, spasme, konvulsi, dan kematian. Tetanus dapat dicegah dengan memastikan bahwa setiap ibu hamil mendapatkan imunisasi tetanus toksoid selama kehamilan. Imunisasi ini akan melindungi ibu dan bayi dari infeksi tetanus.

Di tempat – tempat di mana penyakit menular seksual (PMS) (misal, gonorrhea dan infeksi klamidial) merupakan kejadian yang biasa, penyakit tersebut merupakan penyebab terbesar terjadinya infeksi uterus. Jika seorang ibu terkena PMS selama kehamilan dan tidak diobati, bakteri penyebab PMS itu akan tetap berada di vagina dan bisa menyebabkan infeksi uterus setelah persalinan.

v  Infeksi uterus yang disebabkan oleh PMS dapat dicegah dengan mendiagnosis dan mengobati ibu yang terkena PMS selama kehamilan mereka.

*    Tanda – Tanda dan Gejala Sepsis Puerperalis
Ibu biasanya mengalami demam tetapi mungkin tidak seperti demam pada infeksi klostridial. Ibu dapat mengalami nyeri pelvik, nyeri tekan di uterus, lokia mungkin berbau menyengat (busuk), dan mungkin terjadi suatu keterlambatan dalam kecepatan penurunan ukuran uterus. Di sisi laserasi atau episiotomi mungkin akan terasa nyeri, membengkak, dan mengeluarkan cairan bernanah.

*    Faktor Resiko pada Sepsis Puerperalis
Ada beberapa ibu yang lebih mudah terkena sepsis puerperalis, misalnya ibu yang mengalami anemia atau kekurangan gizi atau ibu yang mengalami persalinan lama.


2.1.5 Asfiksia Neonatorum

a.       Pengertian Asfiksia Neonatorum
Asfiksia Neonatorum adalah suatu keadaan bayi baru lahir yang gagal bernafas secara spontan dan teratur segera setelah lahir, sehingga dapat menurunkan O2 dan mungkin meningkatkan C02 yang menimbulkan akibat buruk dalam kehidupan lebih lanjut.
Atas dasar pengalaman klinis, Asfikia Neonaiorum dapat dibagi dalam :
§  "Vigorous baby'' skor apgar 7-10, dalam hal ini bayi dianggap sehat dan tidak memerkikan istimewa.
§  "Mild-moderate asphyxia" (asfiksia sedang) skor apgar 4-6 pada pemeriksaan fisis akan terlihat frekuensi jantung lebih dari lOOx/menit, tonus otot kurang baik atau baik, sianosis, refick iritabilitas tidak ada . Asfiksia berat: skor apgar 0-3. Pada pemeriksaan fisis ditemukan' frekuensi jantung kurang dari l00x/menit, tonus otot buruk, sianosis berat dan kadang-kadang pucat, reflek iritabilitas tidak ada


Asfiksia berat dengan henti jantung yaitu keadaan :
1.      Bunyi jantung fetus menghilang tidak lebih dari 10 menit sebelu lahir lengkap.
2.      Bunyi jantung bayi menghilang post partum.

b.      Etiologi
Asfiksia janin atau neonatus akan terjadi jika terdapat gangguan perlukaran gas atau pengangkutang O2 dari ibu kejanin. Gangguan ini dapat timbul pada masa kehamilan, persalinan atau segera setelah lahir. Hampir sehagian besar asfiksia bayi baru lahir meriip;ik;in kcltiniutan asfiksia janin, karena itu penilaian janin selama kehamilan dan persalinan. memegang peran penting untuk keselamatan bayi atau kelangsungan hidup yang sempurna tanpa gejala sisa.

Penggolongan penyebab kegagalan pernafasan pada bayi terdiri dari:
1. Faktor Ibu
                                                                                  a.      Hipoksia ibu Terjadi karena hipoventilasi akibat pemberian obat analgetika atau anestesia dalam. Hal ini akan menimbulkan hipoksia janin
                                                                                 b.      Gangguan aliran darah uterus. Mengurangnya aliran darah pada uterus akan menyebabkan berkurangnya pengaliran oksigen ke plasenta dan kejanin. Hal ini sering ditemukan pada :
*      Ganguan kontraksi uterus, misalnya hipertoni, hipotoni atau tetani
*      uterus akibat penyakit atau obat.
*      Hipotensi mendadak pada ibu karena perdarahan.
*      Hipertensi pada penyakit akiomsia dan lain-lain.

2.      Faktor plasenta
Pertukaran gas antara ibu dan janin dipengaruhi oleh luas dan kondisi plasenta. .Asfiksia janin akan terjadi bila terdapat gangguan mendadak pada plasenta, misalnya solusio plasenta, perdarahan plasenta dan lain-lain.

3. Faktor fetus
Kompresi umbilikus akan mengakibatkan terganggunya aliran darah dalam pcmbuluh darah umbilikus dan menghambat pertukaran gas antara ibu dan janin. Gangguan aliran darah ini dapat ditemukan pada keadaan : tali pusat menumbung, tali pusat melilit leher kompresi tali pusat antar janin dan jalan lahir dan lain-lain.

4. Faktor Neonatus
Depresi pusat pernapasan pada bayi baun lahir dapat terjadi karena :
1.      Pemakaian obat anestesia/analgetika yang berlebihan pada ibu secara langsung dapat menimbulkan depresi pusat pernafasan janin.
2.      Trauma yang terjadi pada persalinan, misalnya perdarah intrakranial. Kelainan konginental pada bayi, misalnya hernia diafrakmatika atresia/stenosis saluran pernafasan, hipoplasia paru dan lain-lain.

c. Patofisiologi
Pernafasan spontan bayi baru lahir bergantung kepada kondisi janin pada masa kehamilan dan persalinan. Proses kelahiran sendiri selalu menimbulkankan asfiksia ringan yang bersifat sementara pada bayi (asfiksia transien), proses ini dianggap sangat perlu untuk merangsang kemoreseptor pusat pernafasan agar lerjadi “Primarg gasping” yang kemudian akan berlanjut dengan pernafasan.
Bila terdapat gangguaan pertukaran gas/pengangkutan O2 selama kehamilan persalinan akan terjadi asfiksia yang lebih berat. Keadaan ini akan mempengaruhi fugsi sel tubuh dan bila tidak teratasi akan menyebabkan kematian. Kerusakan dan gangguan fungsi ini dapat reversibel/tidak tergantung kepada berat dan lamanya asfiksia.
Asfiksia yang terjadi dimulai dengan suatu periode apnu (Primany apnea) disertai dengan penurunan frekuensi jantung selanjutnya bayi akan memperlihatkan usaha bernafas (gasping) yang kemudian diikuti oleh pernafasan teratur. Pada penderita asfiksia berat, usaha bernafas ini tidak tampak dan bayi selanjutnya berada dalam periode apnu kedua (Secondary apnea). Pada tingkat ini ditemukan bradikardi dan penurunan tekanan darah.
Disamping adanya perubahan klinis, akan terjadi pula G3 metabolisme dan pemeriksaan keseimbangan asam basa pada tubuh bayi. Pada tingkat pertama dan pertukaran gas mungkin hanya menimbulkan asidoris respiratorik, bila G3 berlanjut dalam tubuh bayi akan terjadi metabolisme anaerobik yang berupa glikolisis glikogen tubuh , sehingga glikogen tubuh terutama pada jantung dan hati akan berkuang.asam organik terjadi akibat metabolisme ini akan menyebabkan tumbuhnya asidosis metabolik. Pada tingkat selanjutnya akan terjadi perubahan kardiovaskuler yang disebabkan oleh beberapa keadaan diantaranya hilangnya sumber glikogen dalam jantung akan mempengaruhi fungsi jantung terjadinya asidosis metabolik akan mengakibatkan menurunnya sel jaringan termasuk otot jantung sehinga menimbulkan kelemahan jantung dan pengisian udara alveolus yang kurang adekuat akan menyebabkan akan tingginya resistensinya pembuluh darah paru sehingga sirkulasi darah ke paru dan kesistem tubuh lain akan mengalami gangguan. Asidosis dan gangguan kardiovaskuler yang terjadi dalam tubuh berakibat buruk terhadap sel otak. Kerusakan sel otak yang terjadi menimbuikan kematian atau gejala sisa pada kehidupan bayi selanjutnya.

d.      Manifestasi Klinis
Asfiksia biasanya merupakan akibat dari hipoksi janin yang menimbulkan tanda:
*      DJJ lebih dari 1OOx/mnt/kurang dari lOOx/menit tidak teratur
*      Mekonium dalam air ketuban pada janin letak kepala
*      Apnea
*      Pucat '
*      sianosis
*      penurunan terhadap stimulus.

e.       Penatalaksanaan Klinis
a. Tindakan Umum
-          Bersihkan jalan nafas : kepala bayi dileakkan lebih rendah agar lendir mudah mengalir, bila perlu digunakan larinyoskop untuk membantu penghisapan lendir dari saluran nafas ayang lebih dalam.
-          Rangsang reflek pernafasan : dilakukan setelah 20 detik bayi tidak memperlihatkan bernafas dengan cara memukul kedua telapak kaki menekan tanda achiles.
-          Mempertahankan suhu tubuh.
b. Tindakan khusus
§  Asfiksia berat
Berikan O2 dengan tekanan positif dan intermiten melalui pipa endotrakeal. dapat dilakukan dengan tiupan udara yang telah diperkaya dengan O2. Tekanan O2 yang diberikan tidak 30 cm H 20. Bila pernafasan spontan tidak timbul lakukan message jantung dengan ibu jari yang menekan pertengahan sternum 80 –100 x/menit.
§  Asfiksia sedang/ringan
Pasang relkiek pernafasan (hisap lendir, rangsang nyeri) selama 30-60 detik. Bila gagal lakukan pernafasan kodok (Frog breathing) 1-2 menit yaitu : kepala bayi ektensi maksimal beri Oz 1-2 1/mnt melalui kateter dalam hidung, buka tutup mulut dan hidung serta gerakkan dagu ke atas-bawah secara teratur 20x/menit.
§  Penghisapan cairan lambung untuk mencegah regurgitasi

f.       Pemeriksaan Diagnostik

*   Pemeriksaan darah Kadar As. Laktat. kadar bilirubin, kadar PaO2, PH
*   Pemeriksaan fungsi paru
*   Pemeriksaan fungsi kardiovaskuler
*   Gambaran patologi


2.1.6.      Prolap Tali Pusat(Occult Prolapse)

a.       Pengertian Prolap Tali Pusat
Prolap tali merupakan komplikasi yang jarang terjadi,tetapi dapat mengakibatkan tingginya kematian janin.Oleh karena itu diperlukan keputusan yang matang dan pengelolaan segera.

Prolap tali pusat dapat diklasifikasikan sebagai berikut.
1.      Tali pusat terkemuka, bila tali pusat berada dibawah  bagian terendah  janin dan ketuban masih intak.
2.      Tali pusat menumbung,bila tali pusat keluar  melalui ketuban yang sudah pecah keservik,dan turun kevagina.
3.      Occult prolapse,tali pusat berada disamping bagian terendah janin turun  kevagina .
b.      Prevalensi Prolap Tali Pusat
Faktor dasar yang merupakan faktor presdisposisi prolap tali pusat adalah tidak terisinya secara penuh pintu atas panggul dan servik oleh bagian terendah janin.
Faktor-faktor etiologi prolap tali pusat meliputi beberapa faktor yang sering berhubungan dengan ibu,janin,plasenta,tali pusat dan iatrogenik:
Presentasi yang abnormal seperti letak lintang atau letak sungsang terutama presentasi kaki.
·         Prematuritas.
·         Kehamilan ganda.
·         Polihidramnion sering dihubungkandengan bagian terendah janin yang tidak engage.
·         Multiparitas predisposisi terjadinya malpresentasi.
·         Disproporsi janin-panggul
·         Tumor dipanggul yang mengganggumasuknya bagian terendah janin.
·         Tali pusat abnormal panjang (> 75 cm)
·         Plasenta letak rendah
·         Sulosio plasenta
·         Ketuban pecah dini
·         Amniotomi

c.       Patofisiologi prolap tali pusat
Tekanan pada tali pusat oleh bagian terendah janin dan jalan lahir akan mengurangi atau menghilangkan sirkulasi plasenta. Bila tidak dikoreksi,komplikasi ini dapat mengakibatkan kematian janin. Obstruksi yang lengkap dari tali pusat menyebabkan dengan segera berkurangnya DJJ (deselerasi variabel ). Bila obstruksinya hilang dengan cepat,detak jantung janin kembali normal. Akan tetapi ,bila obstruksinya menetap terjadilah deselerasi yang dilanjutkan dengan hipoksia langsung terhadap miokard sehingga mengakibatkan deselerasi yang lama. Bila dibiarkan ,terjadi kematian janin.
Seandainya obstruksinya sebagian ,akan menyebabkan akselerasi detak jantung.penutupan vena umbilikalis mendahului penutupan arteri yang menghasilkan hipovalemi janin dan mengakibatkan akselerasi jantung janin.Gangguan aliran darah yang lama melalui tali pusat menghasilkan asidosis respiratoir dan metabolik yang berat,berkurangnya oksigenasi janin,bradikardi yang menetap,akan mengakibatkan kematian janin. Prolap tali pusat tidak berpengaruh langsung pada kehamilan atau jalannya persalinan.
d.      Diagnosis
Diagnosis prolaps tali pusat dapat melibatkan beberapa cara:
a.       Melihat tali pusat keluar dari introitus vagina
b.      Teraba secara kebetulan tali pusat pada waktu pemeriksaan dalam
c.       Auskultasi terdengar DJJ yang ireguler,sering dengan bradikardi yang jelas,terutama berhubungan dengan kontraksi uterus
d.      Monitoring DJJ yang berkesinambungan memperlihatkan adanya deselerasi variabel
e.       Tekanan pada bagian terendah janin oleh manipulasi eksterna terhadap pintu atas panggul menyebabkan penurunannya DJJ secara tiba-tiba yang menandakan kompresi tali pusat
e.       Prognosis
Komplikasi ibu seperti laserasi jalan lahir,ruptura uteri,atonia uteri akibat anastesia,anemia dan infeksi dapat terjadi sebagai dari usaha menyelamatkan bayi. Kematian perinatal sekitar 20-30%.Prognosis janin membaik dengan seksio sesaria secara liberal untuk terapi prolap tali pusat.

Prognosis janin tergantung pada beberapa faktor berikut:
a.       Angka kematian untuk bayi prematur dengan prolap tali pusat hampir 4 kali lebih tinggi dari pada bayi aterm.
b.      Bila gawat janin dibuktikan oleh detak jantung yang abnormal,adanya cairan amnion yang terwarnai oleh mekonium,atau tali pusat pulsasinya lemah,maka prognosis janin buruk.
c.       Jarak antara prolap dan persalinan merupakan faktor yang paling kritis untuk janin hidup.
d.      Dikenalnya segera prolap memperbaiki kemungkinan janin hidup.
e.       Angka kematian janin pada prolap tali pusat yang letaknya sungsang atau lintang sama tingginya dengan presentasi kepala.

2.1.7.      Ruptura Uterus

a.           Pengertian  Ruptura Uterus
Ruptur uteri merupakan peristiwa yang paling gawat dalam bidang kebidanan karena angka kematiannya yang tinggi. Janin pada ruptur uteri yang terjadi di  luar rumah sakit sudah dapat dipastikan meninggal dalam kavum abdomen. Ruptura uteri masih sering dijumpai di Indonesia karena persalinan masih banyak ditolong oleh dukun. Dukun seagian besar belum mengetahui mekanisme persalinan yang benar, sehingga kemacetan proses persalinan dilakukan dengan dorongan pada fundus uteri dan dapat mempercepat terjadinya ruptura uteri.
Menurut Sarwono Prawirohardjo pengertian ruptura uteri adalah robekan atau diskontinuitas dinding rahim akiat dilampauinya daya regang mio metrium. Penyebab ruptura uteri adalah disproporsi janin dan panggul, partus macet atau traumatik. Ruptura uteri termasuk salahs at diagnosis banding apabila wanita dalam persalinan lama mengeluh nyeri hebat pada perut bawah, diikuti dengan syok dan perdarahan pervaginam. Robekan tersebut dapat mencapai kandung kemih dan organ vital di sekitarnya.
Resiko infeksi sangat tinggi dan angka kematian bayi sangat tinggi pada kasus ini. Ruptura uteri inkomplit yang menyebabkan hematoma pada para metrium, kadang-kadang sangat sulit untuk segera dikenali sehingga menimbulkan komplikasi serius atau bahkan kematian. Syok yang terjadi seringkali tidak sesuai dengan jumlah darah keluar karena perdarhan heat dapat terjadi ke dalam kavum abdomen. Keadaan-keadaan seperti ini, sangat perlu untuk diwaspadai pada partus lama atau kasep.

b.          Masalah
1.      Morbiditas dan mortalitas yang tinggi pada kasus ini
2.      konservasi fungsi reproduksi
3.      Resiko ruptura uteri ulangan

c.           Faktor Predisposisi
1.      Multiparitas / grandemultipara
2.      Pemakaian oksitosin untuk induksi/stimulasi persalinan yang tidak tepat
3.      Kelainan letak dan implantasi plasenta umpamanya pada plasenta akreta, plasenta inkreta/plasenta perkreta.
4.      Kelainan bentuk uterus umpamanya uterus bikornis
5.      Hidramnion

Cara terjadinya atau jenis rupture uteri adalah :
1.                  Ruptura uteri spontan
a.       Terjadi spontan dan seagian besar pada persalinan
b.      Terjadi gangguan mekanisme persalinan sehingga menimbulkan ketegangan segmen bawah rahim yang berlebihan
2.                  Ruptur uteri trumatik
a.      Terjadi pada persalinan
b.      Timbulnya ruptura uteri karena tindakan seperti ekstraksi farsep, ekstraksi vakum, dll
3.                  Rupture uteri pada bekas luka uterus  Terjadinya spontan atau bekas seksio sesarea dan bekas operasi pada uterus.

Pembagian rupture uteri menurut robeknya dibagi menjadi :
1.    Ruptur uteri kompleta
a.       Jaringan peritoneum ikut robek
b.      Janin terlempar ke ruangan abdomen
c.       Terjadi perdarahan ke dalam ruangan abdomen
d.      Mudah terjadi infeksi

2.   Ruptura uteri inkompleta
a.       Jaringan peritoneum tidak ikut robek
b.      Janin tidak terlempar ke dalam ruangan abdomen
c.       Perdarahan ke dalam ruangan abdomen tidak terjadi
d.      Perdarahan dapat dalam bentuk hematoma

e.       Gejala
Biasaya ruptura uteri didahului oleh gejala-gejala ruptura membakat, yaitu his yang kuat dan terus-menerus, rasa nyeri yang hebat di perut bagian bawah nyeri waktu ditekan, gelisah atau seperti ketakutan, nadi dan pernapasan cepat, cincin van bandl meninggi.
Setelah terjadi ruptura uteri dijumpai gejala-gejala syok, perdarahan (bisa keluar melalui vagina ataupun kedalam rongga perut), pucat, nadi cepat dan halus, pernapasan cepat dan dangkal, tekanan darah turun. Pada palpasi sering bagian-bagian janin dapat diraba langsung di awah dinding perut, ada  nyeri tekan, dan di perut bagian bawah teraba uteus kira-kira seesar kepala bayi. Umumnya janin sudah meninggi.
 Jika kejadian ruptura uteri telah lama terjadi, akan timbul gejala-gejala meteorismus dan defence musculare sehingga sulit untuk dapat meraba bagian janin.

f.        Prognosis
Rupture uteri merupakan malapetaka untuk ibu maupun janin. Oleh karena itu tindakan pencegahan sangat penting dilakukan. Setiap ibu bersalin yang disangka akan mengalami distosia, kelainan letak janin, atau pernah mengalami tindakan operatif pada uterus seperti seksio sesarea, miomektomi dll, harus diawasi dengan cermat. Hal ini perlu dilakukan agar tindakan dapat segera dilakukan jika gejala-gejala ruptura uteri membakat, sehingga ruptura uteri dapat dicegah terjadinya pada waktu yang tepat.

g.      Penanganan / Penatalaksanaan
Penanganan ruptura uteri memerlukan tindakan spesialistis dan hanya mungkin dilakukan di rumah sakit dengan fasilitas transfusi darah. Sikap bidan kalau menerima kiriman penderita dengan ruptura uteri di pedesaan adalah melakukan observasi saat menolong persalinan sehingga dapat melakukan rujukan bila terjadi ruptura uteri mengancam atau membakat. Oleh karena itu, kerja sama dengan dokter puskesmas atau dokter keluarga sangat penting.
Mengahdapi ruptura uteri yang dapat mencapai polindes/puskesmas segera harus dilakukan :
a.       Pemasangan infus untuk mengganti cairan dan perdarahan untuk mengatasi keadaan syok
b.      Memberikan profilaksis antibiotika atau antipiretik. Sehingga infeksi dapat dikurangi.
c.       Segera merujuk penderita dengan didampingi petugas agar dapat memberikan pertolongan
d.      Jangan melakukan manipulasi dengan pemeriksaan dalam untuk menghindari terjadinya perdarahan baru.

Menurut Sarwono Prawirohardjo Penanganan ruptura uteri :
a.       Berikan seera cairan isotonik (ringer loktat atau garam fisiologis) 500 ml dalam 15-20 menit dan siapkan laparotomi
b.      Lakukan laparatomi untuk melahirkan anak dan plasenta, fasilitas pelayanan kesehatan dasar harus merujuk pasien ke rumah sakit rujukan
c.       Bila konservasi uterus masih diperlukan dan kondisi jaringan memungkinkan, lakukan reparasi uterus
d.      Bila luka menalami nekrosis yang luas dan kondisi pasien mengkhawatirkan lakukan histerektomi
e.       Antibiotika dan serum anti tetanus.
Bila terdapat tanda-tanda infeksi segera berikan antibiotika spektrum luas. Bila terdapat tanda-tanda trauma alat genetalia/luka yang kotor, tanyakan saat terakhir mendapat tetanus toksoid. Bila hasil anamnesis tidak dapat memastikan perlindungan terhadap tetanus, berikan serum anti tetanus 1500 IU/IM dan TT 0,5 ml IM

Demikian dalam menghadapi ruptura di daerah pedesaan, bidan harus segera melakukan rujukan untuk menyelamatkan jiwa pendeta. Ruptura uteri yang dapat mencapai polindes atau puskesmas adalah ruptura uteri yang tidak disertai robekan pembuluh darah besar sehingga diselamatkan dari bahaya kematian karena infeksi dan perdarahan.

2.1.8 Komplikasi Kala II
            Gejala dan tanda kala II telah tejadi pembukaan lengkap, tampak bagian kepala janin melalui pembukaan introitus vagina, ada rasa ingin meneran saat kontraksi, ada dorongan pada rectum atau vagina, perineum terlihat menonjol, vulva dan springterani membuka, peningkatan pengeluaran lender darah. Dimulai dari pembukaan lengkap sampai bayi lahir. Proses ini biasanya berlangsung 2 jam pada primigravid dan 1 jam pada multigravida.
Pada kala pengeluaran janin telah turun masuk ruang panggul sehingga terjadi tekanan pada otot-otot dasar panggul yang secara reflektoris menimbulkan rasa mengedan, karena tekanan pada rectum ibu merasa ingin buang air besar dengan tanda anus membuka. Pada waktu his kepala janin mulai kelihatan, vulva membuka, perineum membuka,perineum meregang. Komplikasi yang dapat timbul adalah sebgai berikut: eklamsi, kegawatdaruratan janin.
Adapun komplikasi Kala I dan Kala II meliputi:
1.      Persalinan lama

Masalah : Fase laten lebih dari 8 jam

Persalinan telah berlangsung selama 12 jam/lebih tanpa kelahiran bayi. Dilatasi serviks di kanan garis waspada pada partograf.
Disebabkan  beberapa faktor:
1.      kecemasan dan ketakutan
2.      pemberian analgetik yang kuat atau pemberian analgetikyangterlalalu cepat pada persalinan dan pemberian anastesi sebelum fase aktif.
3.      abnormalitas pada tenaga ekspulsi
4.      abnormalitas pada panggul
5.      kelainan pada letak dan bentuk janin
Penanganan Umum :
a.       Nilai dengan segera keadaan umum ibu hamil dan janin (termasuk tanda vital dan tingkat hidrasinya). Dan perbaiki keadaan umum
b.      Dukungan, perubahan posisi, (sesuai dengan penanganan persalinan normal).
c.       Periksa kefon dalam urine dan berikan cairan, baik oral maupun parenteral  dan upayakan buang air kecil (kateter bila perlu). tramadol atau®Berikan analgesic  petidin 25 mg IM (maximum 1 mg/kg BB atau morfin 10 mg IM, jika pasien merasakan nyeri.
d.      Kaji kembali partograf, tentukan apakah pasien berada dalam persalinan.
e.       Nilai frekuensi dan lamanya His .
Penanganan Khusus
a.       Persalinan palsu/belum in partu (False Labor)
Periksa apakah ada ISK atau ketuban pecah, jika didapatkan adanya infeksi, obati secara adekuat, jika tidak ada pasien boleh rawat jalan.
b.      Fase laten memanjang (Prolonged Latent Phase)
1.      Diagnosa fase laten memanjang dibuat secara retrospektif, jika his berhenti. Pasien disebut belum inpartu/persalinan palsu. Jika his makin teratur dan pembukaan makin bertambah lebih dari 4 cm, pasien masuk dalam fase laten
2.      Jika fase laten lebih dari 8 jam dan tidak ada tanda-tanda kemajuan lekukan penilaian ulang terhadap serviks
3.      Jika tidak ada perubahan pada pendataran atau pembukaan serviks dan tidak ada gawat janin, mungkin pasien belum inpartu.
4.      Jika ada kemajuan dalam pendataran atau pembukaan serviks lakukan amniotomi dan induksi persalinan dengan oksitosin atau prostaglandin.
5.      Lakukan penilaian ulang setiap 4 jam.
6.      Jika pasien tidak masuk fase aktif setelah dilakukan pemberian oksitosin selama 8 jam, lakukan SC.
7.      Jika didapatkan tanda-tanda infeki (demam, cairan, berbau): Lakukan akselerasi persalinan dengan oksitosin. Berikan antibiotika kombinasi sampai persalinan. Ampisilin 2 g IV setiap 6 jam. Ditambah Gentaisin 5 mg/kgBB IV setiap 24 jam.
8.      Jika terjadi persalinan pervaginam stop antibiotika pasca persalinan
9.      Jika dilakukan SC, lanjutkan pemberian antibiotika ditambah Metronidazol 500 mg IV setiap 8 jam sampai ibu bebas demam selama 48 jam.
3)      Fase Aktif Memanjang
Jika tidak ada tanda-tanda CPD atau obstruksi, dan ketuban masih utuh, pecahkan  ketuban.
a.       Nilai His Jika his tidak adekuat (<3>Jika his adekuat (3 kali dalam 10 menit dan lamanya > 40 detik) pertimbangkan disproporsi, obstruksi, malposisi/mal presentasi
b.      Lakukan penanganan umum untuk memperbaiki his dan mempercepat kemajuan persalinan
b)        Partus Presipitatus
Partus presipitatus adalah kejadian dimana ekspulsi janin berlangsung kurang dari 3 jam setelah awal persalinan. Partus presipitatus sering berkaitan dengan  Solusio plasenta (20%) Aspirasi mekonium, Perdarahan post partu,Pengguna cocain, Apgar score rendah. Komplikasi maternal  Jarang terjadi bila dilatasi servik dapat berlangsung secara normal. Bila servik panjang dan jalan lahir kaku, akan terjadi robekan servik dan jalan lahir yang luas, Emboli air ketuban (jarang), Atonia uteri dengan akibat HPP. terjadi karena  Kontraksi uterus yang terlalu kuat akan menyebabkan asfiksia intrauterine, Trauma intrakranial akibat tahanan jalan lahir.
*      Penatalaksanaan
Kejadian ini biasanya berulang, sehingga perlu informasi dan pengawasan yang baik pada kehamilan yang sedang berlangsung. Hentikan pemberian oksitosin drip bila sedang diberikan.
c)         Distosia
Distosia adalah kelambatan atau kesulitan persalinan. Dapat disebabkan kelainan tenaga, kelainan letak, dan bentuk janin, serta kelainan jalan lahir
1.      Distosia karena kelainan tenaga/his
*      His Hipotonic/ Inersia Uteri·
*      His Hipertonic·
*      His yang tidak terkordinasi·
2.      Distosia karena kelainanletak dan bentuk janin
3.      Distosia karena jalan lahir





BAB III
PENUTUP
3.1  Kesimpulan
Dari Pembahasan diatas dapat disimpulkan bahwa :
1.       Partus macet adalah suatu keadaan dari suatu persalinan yang mengalami kemacetan dan berlangsung lama sehingga timbul komplikasi ibu maupun janin (anak). Partus macet merupakan persalinan yang berjalan lebih dari 24 jam untuk primigravida dan atau 18 jam untuk multi gravid.
2.       Perdarahan Pasca Persalinan Dini (Early Postpartum Haemorrhage, atau Perdarahan Postpartum Primer, atau Perdarahan Pasca Persalinan Segera). Perdarahan pasca persalinan primer terjadi dalam 24 jam pertama. Penyebab utama perdarahan pasca persalinan primer adalah atonia uteri, retensio plasenta, sisa plasenta, robekan jalan lahir dan inversio uteri. Terbanyak dalam 2 jam pertama.
3.       Perdarahan postpartum sekunder adalah Perdarahan yang terjadi setelah 24 jam pertama persalinan dengan jumlah 500 cc atau lebih.
4.       Sepsis puerperalis adalah infeksi pada traktus genitalia yang dapat terjadi setiap saat antara awitan pecah ketuban (ruptur membran) atau persalinan dan 42 hari setelah persalinan atau abortus di mana terdapat dua atau lebih dan hal – hal berikut ini :
1.       Nyeri pelvik;
2.       Demam 38,5°C atau lebih yang diukur melalui oral kapan saja;
rabas – vagina yang abnormal;
3.       Rabas – vagina berbau busuk;
4.       Keterlambatan dalam kecepatan penurunan ukuran uterus (sub involusio uteri)
5.       Asfiksia Neonatorum adalah suatu keadaan bayi baru lahir yang gagal bernafas secara spontan dan teratur segera setelah lahir, sehingga dapat menurunkan O2 dan mungkin meningkatkan C02 yang menimbulkan akibat buruk dalam kehidupan lebih lanjut.
6.       Prolap tali merupakan komplikasi yang jarang terjadi,tetapi dapat mengakibatkan tingginya kematian janin.Oleh karena itu diperlukan keputusan yang matang dan pengelolaan segera.
7.       Menurut Sarwono Prawirohardjo pengertian ruptura uteri adalah robekan atau diskontinuitas dinding rahim akiat dilampauinya daya regang mio metrium. Penyebab ruptura uteri adalah disproporsi janin dan panggul, partus macet atau traumatik. Ruptura uteri termasuk salahs at diagnosis banding apabila wanita dalam persalinan lama mengeluh nyeri hebat pada perut bawah, diikuti dengan syok dan perdarahan pervaginam. Robekan tersebut dapat mencapai kandung kemih dan organ vital di sekitarnya.
8.       Gejala dan tanda kala II telah tejadi pembukaan lengkap, tampak bagian kepala janin melalui pembukaan introitus vagina, ada rasa ingin meneran saat kontraksi, ada dorongan pada rectum atau vagina, perineum terlihat menonjol, vulva dan springterani membuka, peningkatan pengeluaran lender darah. Dimulai dari pembukaan lengkap sampai bayi lahir. Proses ini biasanya berlangsung 2 jam pada primigravid dan 1 jam pada multigravida.

3.2  Saran
1.      Bagi Mahasiswa
Meningkatkan kualitas belajar dan memperbanyak literatur dalam pembuatan makalah agar dapat membuat makalah yang baik dan benar
2.      Bagi Pendidikan
Bagi dosen pembimbing agar dapat memberikan bimbingan yang lebih baik dalam pembuatan makalah selanjutnya.
3.      Bagi Kesehatan 
Memberikan pengetahuan kepada mahasiswa kesehatan khususnya untuk mahasiswa kebidanan dapat mengetahui mengenai Kedaruratan obstetric.









DAFTAR PUSTAKA
http://kti-akbid.blogspot.com/2012/01/persalinan-dengan-ruptura-uteri.html

http://bundowidiafitri.blogspot.com/2012/05/perdarahan-postpartum-sekunder.htmlSenin, 28 Mei 2012

http://ippha-lmh.blogspot.com/2013/06/makalah-perdarahan-post-partum.htmlSabtu, 29 Juni 2013

http://choironisaidah.blogspot.com/p/asfiksia-neonatorum.html

http://nafazablog.blogspot.com/2013/04/prolap-tali-pusatoccult-prolapse.htmlJumat, 19 April 2013

Widjanarko, B. Prolapsus Tali Pusat. Available from : http://reproduksiumj.blogspot.com/search?q=prolapsus+tali+pusat. Accessed: 03/11/2

http://ritamarziah.blogspot.com/2012/10/komplikasi-kala-ii-persalinan.htmlSabtu, 20 Oktober 2012

http://hestysofyanaputri.blogspot.com/p/kedaruratan-obstetrik.html

http://belladonabella.blogspot.com/2010/09/kedaruratan-obstetri.htmlSelasa, 07 September 2010

http://kiki-inges.blogspot.com/2009/06/ruptur-uteri.htmlSenin, 01 Juni 2009